Ketika waktu harus memilih, dan ketika
pilihan itu bukan tertuju padaku, ketika itulah aku sadar bahwa kita tidak
dapat selalu memiliki apa yang kita inginkan. Termasuk kamu, cinta pertamaku.
…
Hari kelulusan, kesempatan terakhir
bertemu dengannya, mungkin kami akan bertemu kembali, mungkin. Jika waktu mengijinkan. Tiga tahun telah kulalui dengan
segala suka dukanya di sekolahku tercinta bersama teman-temanku dan khususnya
sahabatku tercinta.
“ Rene, kamu udah liat pengumuman di
Fakultas X itu belum? Kalo belum tar kita liat sama-sama, tapi pake mobilmu ya?
Ehehe,” kata Olan membuyarkan lamunanku.
“ Alah, dasar kamu! Bilang aja mau
nebeng! Wu!” candaku, setelah itu kembali memandangi wajah pria tersebut.
“ Kamu liatin apa sih? Ooo orang
itu, still that person, huh? When will you move to another person, babe? “ kata
Olan lagi.
“ I’m still loving him Olan, since 3
years ago until this time, don’t know when I can stop this damn feeling, maybe
when I get someone which can make everything look so pretty when I just look
into his eyes,” jawabku tanpa memalingkan tatapanku dari orang tersebut.
“Hey! Irene ! ada yang salah
denganku ?” teriak Gio.
“Look Irene, now he comes to you, stop
flirting at him!” bisik Olan menyadarkanku.
“Oh no! Olan, help me!”
Setelah itu Gio hanya melempar
senyum ke arahku. Senyum itu lagi, senyum yang selama tiga tahun terakhir
menghiasi hari-hariku. Senyum yang selalu bisa menyapa bibir mungilku untuk
ikut tersenyum.
Waktu serasa berjalan begitu cepat,
semua terjadi tanpa sengaja. Kesengajaan terindah terjadi ketika waktu
tiba-tiba mempertemukan kami, 3 tahun lalu di ruang olahraga ketika dia
mentertawakanku akibat dari ulah tololku memukul Olan dengan tongkat Softball.
Ketika itulah dia membantuku membawa Olan ke UKS, disana dia mengajakku
berkenalan. Dia yang mengaku bernama Gio, dan aku mengaku pada diri sendiri
bahwa aku menyukainya orang ini, semacam love in the first sight.
Sejak itu Gio dekat denganku dan
Olan, sebenarnya hanya Gio dan Olan yang dekat, aku hanya sekali dua kali ikut
mereka nongkrong, karena memang ada urusan dengan Olan, dan mengobati rasa
kangenku melihat senyum maut Gio. Semakin lama kami bersama, rasa ini semakin
menjadi-jadi, aku pun mengungkapkan semua ke Olan. Olan benar-benar kaget
mendengar semuanya. Ternyata Gio juga sedang menyukai seseorang, namun Gio tak
memberitahu Olan siapa orang beruntung tersebut. Semua terasa hampa, sepi, sunyi, mati, ketika
aku harus menghadapi kenyataan pahit itu. Gio telah menyukai orang lain.
Sejak kejadian itu, sedikit demi
sedikit aku menjauhi Gio. Olan sepertinya mengerti dengan sikap anehku saat
itu. Dia pun selalu menemaniku kemana pun aku pergi. Pernah suatu kali, ketika
kelas XI aku tak sengaja melihat seorang kakak kelas memberikan Gio bunga
secara langsung. Semenjak itu aku mengambil kesimpulan bahwa kakak kelas
tersebut adalah orang yang Gio tunggu. Kini aku benar-benar menjauh. Gio sadar
bahwa aku menjaga jarak dengannya. Tidak henti-hentinya dia berusaha
menghubungiku, tetapi aku punya segudang alasan untuk menolak.
Penyesalan selalu datang terakhir.
Ya, aku tak bisa memungkiri kalimat itu. Semakin aku mencoba melupakan Gio
semakin kuat rasa ini mengikatku. Sampai hari ini, hari kelulusan, aku
berencana mengungkapkan semua pada Gio. Aku tak peduli dia sudah memiliki
seseorang yang mendapingi hari-harinya. Aku hanya ingin meluapkan semua rasa
yang ku pendam tiga tahun ini. Aku berencana memberitahu Gio setelah acara
kelulusan berakhir. Namun semua terlambat, ternyata setelah pemberian ijazah
Gio langsung berangkat ke bandara. Salah satu teman sekelasnya memberitahu Olan
bahwa Gio pindah ke luar negeri melanjutkan untuk melanjutkan pendidikan.
Rencana gagal, hati ini kembali hampa, sepi, sunyi, mati.
…
“Mbak Irene! Ada yang nyari tuh,
katanya udah buat janji sama mbak,” teriak Wina.
“Siapa, Win? Olan kan jam segini
belum pulang biasanya,” jawabku.
“Kayaknya sih pelanggan baru, mbak,”
sahut Wina.
Dengan langkah gontai aku menuju ke
depan butikku. Aku tersentak. Apa benar yang aku lihat? Senyum maut itu lagi?
Ya! Aku tak salah lagi.
“Gio?” panggilku.
“Irene! Astaga! Aku tak menyangka
bertemu denganmu lagi! Sudah 5 tahun berlalu! Dan sekarang, see? You look more
beautiful Irene!” seru Gio sambil memelukku.
“Thanks Gio. Kenapa kamu bisa ada
disini? Bukannya kamu di luar negeri?” tanyaku sambil mempersilahkan Gio duduk.
“Aku sudah menyelesaikan studyku
disana, Rene. Aku melanjutkan usaha ayahku di Indonesia. Aku kemari bertujuan
untuk meminta bantuanmu mendesigne sebuah gaun untuk kado ulang tahun adikku,”
jelas Gio panjang lebar.
“Waw, my pleasure. Mau design seperti apa?”
Setelah pertemuan singkat itu, kami
jadi sering bertemu karena aku harus selalu memberi kabar mengenai perkembangan
gaun milik adik Gio, apakah sesuai dengan harapannya atau tidak. Aku sangat
menikmati saat-saat itu. Ketika kita hanya melihat ke design gaun dan aku tanpa
sengaja melihatnya tersenyum, masih senyum mautnya. Rasa itu masih tersimpan
rapi di lubuk hatiku yang terdalam. Dan kini rasa itu meledak kembali. Olan
sudah tau tentang kejadian ini, dia selalu bersemangat mendengar keping demi keping
ceritaku.
Gaun milik adik Gio sudah siap. Aku
akan mengantarkan langsung ke tempat acara ulang tahunnya. Gio sudah memberiku
alamatnya. Aku berjanji datang bersama Olan, tapi sepertinya Olan terlmbat, dan
aku memutuskan untuk pergi duluan ke acara tersebut. Sampai di tempat tersebut
aku disambut oleh adik Gio, ternyata Gio sudah bercerita bahwa aku akan datang,
dan ternyata adik Gio merupakan salah satu penggemar design-design bajuku. Dia
mengajakku untuk mencari Gio. Namun ada yang aneh, semua bernuansa putih, yang
aku tau adik Gio menyukai warna jingga. Bukankah ini acara ulang tahun adik
Gio? Tapi mengapa bukan bernuansa jingga?
“Oh ya, Gia. Mengapa nuansa acara ulang
tahunmu putih? Bukannya warna kesukaanmu jingga?” tanyaku penasaran.
“Yap! Kakak benar, warna kesukaanku
jingga. Tapi hahaha, kakak lucu sekali, masa acara nikahan nuansa jingga? Kan
yang biasanya tu putih. Ohya kak Gio nggak ngasi tau kakak ya? Ulang tahunku
kemarin kakak, sekarang hari pernikahan kak Gio. Kakak benar-benar gak tau ya?
Aku ceritakan satu rahasia kak Gio. Lima tahun yang lalu ketika kak Gio masih
SMA ada seorang wanita yang benar-benar dia suka, Salah seorang temannya
mengatakan bahwa wanita itu sudah menyukai orang lain. Sampai hari kelulusan
tiba, dia berencana mengungkapkan perasaannya, tapi kak Gio tak sengaja melihat
wanita itu berpegangan tangan dengan seseorang yang kak Gio sebut bernama Olan.
Asal kak Irene tau, Kak Gio benar-benar hancur. Kuliah yang sebenarnya bisa dia
selesaikan dalam waktu tiga tahun akhirnya dia selesaikan dalam waktu lima
tahun. Akhirnya hari ini derita kak Gio berakhir. Dia sudah bertemu kak Jenny
yang bisa merubah hidupnya menjadi lebih indah. Aku benar-benar ingin tau siapa
wanita yang kak Gio cintai di masa SMAnya, ” jelasnya panjang lebar.
Hatiku terguncang. Kenyataan ini
kembali membunuhku. Untuk terakhir kalinya, rasa ini akan selalu hampa, sunyi,
sepi, mati.
17 Mei 2012, 10:41 PM
0 comments:
Post a Comment